Jumat, 01 Oktober 2021

Audio ke-55 : Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Dihapuskannya Kewajiban Membaca al-Faatihah di belakang Imam pada Sholat Jahriyyah Bag 02

╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                    Whatsapp              
       Grup Islam Sunnah | GiS
           ☛ Pertemuan ke-55
╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝

🌏 https://grupislamsunnah.com/

🗓 JUM'AT
         24 Shafar 1443 H
         01 Oktober 2021 M

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚    Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

💽 Audio ke-55 : Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Dihapuskannya Kewajiban Membaca al-Faatihah di belakang Imam pada Sholat Jahriyyah Bag 02
══════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 


Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan di dalam kitab ini (Kitab Sifat Shalat Nabi) di terjemahannya: “Dihapuskannya atau mansukh-nya kewajiban membaca Al-Fatihah di belakang Imam pada shalat jahriyyah”. Ini pendapat dari Syaikh Al-Albani. Beliau mengatakan bahwa, dahulu di awal-awal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada makmumnya untuk membaca Al-Fatihah. Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membaca Al-Fatihah. Ini penjelasan dari Syaikh Al-Albani rahimahullah. 

Semula Beliau membolehkan para makmum untuk membaca Al-Fatihah di belakang imam pada saat shalat jahriyyah, dimana pada waktu shalat Subuh Beliau membaca Al-Fatihah lantas merasa berat melafalkan dan mengeraskan bacaan Beliau. Ketika shalat usai, beliau bersabda: 

<< لَعَلَّكُمْ تَقْرَؤُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ، قُلْنَا: نَعَمْ هَذّاً يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: لَا تَفْعَلُوا إِلَّا أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا >> 

“Sepertinya kalian membaca surat di belakang imam kalian. Kami menjawab: Benar, dengan bacaan yang cepat, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: Jangan kalian lakukan ini, jangan kalian lakukan itu kecuali salah seorang di antara kalian membaca surat Al-Fatihah (kecuali dalam bacaan Al-Fatihah saja) sebab tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah ini” 

Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka membaca bacaan apapun pada shalat jahriyyah dimana ketika selesai melaksanakan shalat yang di situ Beliau membaca dengan bacaan yang keras; dalam sebuah riwayat itu adalah shalat Subuh, Beliau bersabda: 

<< هَلْ قَرَأَ مَعِي مِنْكُمْ أَحَدٌ آنِفاً؟، فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ، أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ: إِنِّي أَقُولُ مَالِي أُنَازَعُ >> 

“Apakah tadi ada yang ikut membaca bersamaku? Seorang laki-laki berkata: Ya, akulah orangnya, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau bersabda: Aku mengatakan kenapa aku diganggu oleh bacaan lain?" 

Lantas orang-orang pun berhenti membaca bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat yang di situ Beliau membaca dengan keras. Hal itu mereka lakukan ketika mereka mendengar ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan selanjutnya mereka pun membaca dalam diri, maksudnya membaca untuk dirinya sendiri. Kalau membaca dalam hati, ini tidak membaca namanya. Membaca dengan sendiri: membaca untuk dirinya sendiri, maksudnya adalah demikian. 

<< وَقَرَءُوا فِي أَنْفُسِهِمْ سِرًّا >> 

Makanya ada kata-kata [ سِرًّا ]. Kalau membaca dalam hati dengan سِرٌّ, ini bertentangan. Bagaimana membaca dalam hati dengan pelan? Ini bukan membaca dalam hati, (tapi) membaca untuk dirinya sendiri dengan cara pelan, pada saat, pada shalat yang imam tidak membaca dengan keras. 

Membaca dalam hati ini bisa membatalkan shalat, karena tidak dianggap sebagai membaca. 
Kalau ada orang shalat, sendiri dia, kemudian dia membaca Al-Fatihah dalam hati, shalatnya batal, tidak sah, karena membaca dalam hati ini tidak dianggap sebagai bacaan, itu bukan bacaan. 

Bacaan itu adalah dengan menggerakkan lisan dan mengeluarkan suara walaupun suaranya kecil. Dan di dalam shalat terutama shalat-shalat yang sirriyyah (yang bacaannya dipelankan) kita harus mewujudkan bacaan ini. Jadi lisan kita harus bergerak. Begitu pula ada suara, tapi jangan keras-keras. Cukup suara tersebut adalah suara yang bisa kita dengar ketika kita sedang shalat sendiri dan suasananya suasana yang hening. Itu sudah dianggap sebagai bacaan dan itulah yang harusnya kita lakukan. 

Jangan membaca dengan hati karena dalih “Saya tidak boleh mengganggu orang lain” dan jangan juga sebaliknya, membaca dengan keras, “Saya takut bacaan saya tidak sah”; karena kalau bacaannya terlalu keras akan mengganggu banyak orang. 

Pernah ada pertanyaan, “Ustadz, ada orang, dia kalau shalat bacaannya didengar oleh 5 orang setelahnya ustadz”, jadi yang di sampingnya, di sampingnya lagi, di sampingnya lagi, 5 orang setelah dia masih mendengar bacaan dia, seakan-akan dia seorang imam. Tidak boleh terlalu keras, tapi jangan dibaca di hati, karena yang diwajibkan dalam shalat kita adalah "membaca", bukan membaca dalam hati, tapi membaca dengan lisan. 

Thoyyib. 

وَقَرَءُوا سِرًّا.
Mereka pun membaca untuk diri mereka dengan cara pelan pada shalat yang imamnya tidak membaca dengan keras. 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan diam untuk menyimak bacaan imam sebagai bentuk kesempurnaan bermakmum. Beliau bersabda:
<< إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ >> 

“Imam, dijadikan sebagai imam adalah untuk diikuti”. 

<< وَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >> 

“Apabila imam bertakbir maka ikutilah takbirnya dengan takbir kalian. Apabila imam membaca maka diamlah”. 

Ini kesempurnaan bermakmumnya seseorang sebagaimana Beliau juga menjadikan mendengarkan bacaan imam cukup bagi makmum sehingga tidak perlu membaca Al-Fatihah dan surat lain di belakangnya. 
Beliau bersabda: 

<< مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ >> 

“Barangsiapa yang shalat mengikuti imam maka bacaan imam adalah bacaannya juga”. 

Ketika imam membaca Al-Fatihah, itu seakan-akan makmum membaca Al-Fatihah. Ketika imam membaca surat, seakan-akan makmum juga membaca surat. Makmum sudah mendengarkan, itu sudah cukup, walaupun hadits ini diperselisihkan oleh para ulama tentang kuatnya hadits ini, tentang sanadnya. Syaikh Al-Albani menghasankan hadits ini. 

Kalau kita melihat perkataan imam-imam yang lain, mereka banyak yang melemahkan hadits ini. Tapi dari sisi makna, hadits ini shohih. Apalagi seorang makmum sudah mengaminkan bacaan Al-Fatihah-nya imam, sehingga seakan-akan makmum sudah membaca Al-Fatihah. 

Pendapat Syaikh Al-Albani yang mengatakan bahwa wajibnya membaca Al-Fatihah di belakang imam ini "mansuukh". Ini sebenarnya pendapat yang kurang kuat. Mansuukh-nya, yang tidak kuat mansuukh-nya, bukan tidak wajibnya seorang makmum membaca di belakang imam. Kalau tidak wajibnya seorang makmum membaca di belakang imam, ini pendapat yang paling kuat. Tapi dikatakan bahwa: asalnya wajib kemudian diganti, maka ini yang tidak kuat. 

Kenapa demikian?
Karena ketika kita mengatakan bahwa hadits ini mansuukh (dihapus), ini membutuhkan dalil. Dakwaan atau pernyataan atau kesimpulan bahwa hadits ini sudah di-nasakh, ini harus ada penjelasannya. Mana yang me-nasakh-nya; kenapa itu dikatakan "yang menghapus"; yang ini yang dihapus, ini membutuhkan dalil. Dan di sini tidak ada penjelasan tentang itu sama sekali. Dan Syaikh Al-Albani rahimahullah, beliau mengakui hal ini. 

Di dalam kitab asalnya: 
[أَصْلُ صِفَةِ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ] 
beliau mengatakan, “Memang saya tidak menemukan ada penjelasan bahwa hadits yang tidak mewajibkan untuk membaca Al-Fatihah atau hadits larangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al-Fatihah bagi makmum", ini yang akhir. Kemudian yang memerintahkan membaca Al-Fatihah di belakang makmum itu yang awal; tidak ada penjelasan masalah ini. 

Kemudian beliau mengatakan, “Tetapi secara logika itu masuk, secara logika kesimpulan saya ini masuk. Kenapa? Karena tidak mungkin sebaliknya. Tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka membaca Al-Fatihah, kemudian setelah itu para sahabat membacanya. Yang mungkin adalah sebaliknya”. 

Inilah satu-satunya kemungkinan, beliau mengatakan demikian. Kemungkinan satu-satunya adalah asalnya para sahabat membaca, kemudian Rasulullah hanya membatasi Al-Fatihah saja, kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang semuanya. Ini kemungkinan yang paling masuk akal, sehingga beliau berkesimpulan bahwa hadits yang melarang makmum membaca Al-Fatihah di belakang imam, ini me-nasakh (menghapus) hadits yang sebelumnya, bahwa makmum membaca Al-Fatihah kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka kecuali bacaan Al-Fatihah. 

Namun saya katakan, tetap pendapat yang mengatakan "ini nasakh", "ini mansuukh", ini tidak bisa dengan logika, tidak bisa kita ambil dari logika, tapi harus kita dapatkan penjelasan tersebut dari para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan bahwa ini mansuukh, atau ijma’ para ulama (kesepakatan para ulama) bahwa hadits ini mansuukh. 

Kalau tidak ada dua ini maka tidak bisa kita memakai logika kita. Kalau kita memakai logika, ini mansuukh, maka ini sangat membahayakan. Logika siapa yang kita jadikan sebagai sandaran. Kalau ada orang yang mengatakan: “Logika saya”, yang sebaliknya yang lebih masuk akal, bisa jadi seperti itu. 

Maka yang lebih kuat dalam masalah ini adalah kita melemahkan hadits (yang kata Syaikh Al-Albani di-mansuukh/dihapus). Itu haditsnya ada عِلَّةٌ nya. Hadits tersebut telah dilemahkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dan yang lainnya. Hadits tersebut juga dilemahkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Hadits tersebut dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ada banyak عِلَّةٌ nya (hadits yang ada makmum, sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al-Fatihah dan membaca surat-surat yang lainnya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada mereka: “Kayaknya kalian tadi ada yang membaca surat sehingga aku terganggu bacaanku”. Kemudian Rasulullah mengatakan: “Jangan kalian lakukan lagi kecuali Al-Fatihah saja". 

Hadits ini hadits yang lemah, banyak عِلَّةٌ nya sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. 
Di antara عِلَّةٌ nya adalah Maqhuul yang merupakan perawi hadits tersebut, menyelisihi Ibnu Syihab dalam meriwayatkan hadits tersebut, menyelisihi Ibnu Syihab dalam riwayatnya. Ini عِلَّةٌ, ini cacat yang ada di hadits itu yang bisa melemahkan hadits tersebut. 

Kalau hadits tersebut sudah lemah, maka tidak perlu kita mengatakan hadits tersebut di-nasakh, karena memang seakan-akan hadits tersebut tidak ada. 
Untuk mengatakan bahwa hadits tersebut mansuukh, ini membutuhkan dalil, ini membutuhkan penjelasan dari sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam atau dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam atau ijma’ para ulama. 

Kalau tidak ada ini, kita tidak bisa mengatakan dengan logika kita. Ini penjelasan dari sisi Ushul Fiqh bahwa kita tidak bisa mengatakan ini nasakh dengan akal kita, dengan logika kita, tapi itu harus melalui penjelasan baik dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, atau dari perawi hadits itu sendiri, dari sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang meriwayatkan hadits itu, atau dari ijma’ para ulama. 

______ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  

📣 Official Account Grup Islam Sunnah 

📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar