╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
Whatsapp
Grup Islam Sunnah | GiS
☛ Pertemuan ke-54
╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝
🌏 https://grupislamsunnah.com/
🗓 KAMIS
23 Shafar 1443 H
30 September 2021 M
👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى
📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.
💽 Audio ke-54 : Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Dihapuskannya Kewajiban Membaca al-Faatihah di belakang Imam pada Sholat Jahriyyah
══════════════════
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه
Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).
Kita sampai pada pembahasan “Dihapuskannya Kewajiban Membaca Al-Fatihah di belakang Imam pada Shalat Jahriyyah”.
Ini juga permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama.
Apakah makmum ketika berada di belakang imam yang membaca Al-Fatihah dengan suara yang keras, makmum masih wajib membaca Al-Fatihah?
Ataukah wajibnya makmum adalah mendengarkan bacaan Al-Fatihah imam dan juga bacaan surat yang dibaca oleh imam setelahnya, sehingga dia tidak wajib membaca Al-Fatihah?
Ini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
1) Ada yang mengatakan bahwa wajib bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah walaupun makmum tersebut shalat di belakang imam yang mengeraskan bacaan Al-Fatihahnya, dan kalau tidak membaca maka shalatnya batal. Kalau tidak membaca secara sengaja shalatnya batal karena Al-Fatihah adalah rukun shalat. Sebagaimana ketika kita tidak sujud, maka shalat kita akan batal karena sujud adalah rukun shalat. Kalau kita tidak rukuk, shalat kita batal, karena rukuk adalah rukun shalat. Begitu pula ketika kita tidak membaca Al-Fatihah, walaupun sedang berada di belakang imam.
Dalil mereka adalah sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam:
<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >>
“Tidak ada shalat (maksudnya tidak sah shalat seseorang) apabila dia tidak membaca Al-Fatihah”
Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah. Ini pendapat yang pertama.
2) Pendapat yang kedua adalah pendapat yang mengatakan bahwa apabila imam memberikan kesempatan untuk membaca Al-Fatihah, maka wajib membaca Al-Fatihah. Apabila imam tidak memberikan kesempatan, maka gugur kewajiban itu.
Kapan ustadz imam memberikan kesempatan?
Setelah membaca Al-Fatihah, ada imam-imam yang berhenti, diam agak lama untuk memberikan kesempatan kepada makmum dalam membaca Al-Fatihah. Kalau imamnya melakukan ini maka makmum wajib membaca Al-Fatihah. Mereka memakai dalil yang tadi, bahwa shalat tidak sah kecuali dengan bacaan Al-Fatihah. Dan ini umum, tidak ada batasan apakah makmum apakah imam, tidak dibatasi oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga hukumnya umum, baik untuk imam maupun untuk makmum.
Kemudian mereka mengatakan, kenapa khusus ketika imam memberikan kesempatan untuk membaca? Karena di dalam Al-Qur'an disebutkan:
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ }
“Apabila Al-Quran dibacakan maka dengarkanlah”
{ وَأَنْصِتُوا }
“Dan diamlah”
Di dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan:
<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
“Apabila imam membaca maka diamlah”
Sehingga apabila imam memberikan kesempatan untuk membaca, maka wajib membaca Al-Fatihah berdasarkan hadits tadi:
<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >>
Tapi kalau imam tidak memberikan kesempatan, maka tidak wajib membaca karena ayat tadi dan hadits tadi
<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
hadits tentang [ الْمُسِيئُ صَلَاتَهُ ],
"apabila imam membaca maka diamlah".
Ini pendapat yang kedua.
3) Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa apabila imam membaca dengan keras Al-Fatihah-nya, maka makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah, bahkan diperintahkan/diwajibkan untuk mendengarkan bacaan imam.
Dalilnya apa ustadz?
Dalilnya adalah ayat Al-Quran dan hadits tadi.
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا }
“Apabila Al-Quran dibacakan maka dengarkanlah”
{ وَأَنْصِتُوا }
“Dan diamlah”
Dan ayat ini sebab turunnya adalah tentang bacaan Al-Qur'an di dalam shalat. Dan ketika Allah سبحان وتعالى mengatakan:
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ }
“Apabila al-Quran dibacakan”, kata-katanya “Al-Quran” sehingga mencakup semua surat dalam Al-Quran baik surat Al-Fatihah ataupun surat yang setelahnya. Sehingga walaupun imam sudah selesai membaca Al-Fatihah dan imam membaca surat yang lainnya, maka kita tetap harus diam dan mendengarkan bacaan imam. Begitu pula hadits Nabi yang tadi:
<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
“Apabila imam membaca maka diamlah”.
Di sini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan objek bacaannya, “Apabila imam membaca”.
Membaca apa? Tidak disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Menunjukkan bahwa ini makna umum. Membaca apapun maksudnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan objek bacaannya. Sehingga baik bacaan tersebut adalah bacaan Al-Fatihah maupun bacaan surat setelah Al-Fatihah, maka dia harus diam.
Ustadz, bagaimana kalau imam memberikan kesempatan?
Kenapa kita tidak wajib membaca Al-Fatihah?
Dijawab oleh mereka, bahwa riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu berdiam setelah selesai membaca Al-Fatihah dan berdiam setelah selesai membaca surat, riwayatnya lemah. Riwayatnya lemah, sehingga tindakan imam memberikan kesempatan kepada makmum untuk membaca Al-Fatihah ini tidak sesuai dengan sunnah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga imam ketika shalat itu sunnahnya diamnya hanya 2 tempat saja atau 2 waktu saja, bukan 3 tapi 2 waktu.
Yang pertama adalah sebelum membaca Al-Fatihah. Dan ini disebutkan dalam sebuah hadits ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, apa yang engkau baca dalam diam-mu sebelum Al-Fatihah yang sebentar itu?”. Berarti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum membaca Al-Fatihah beliau diam sebentar. Ini diam yang pertama.
Kemudian diam yang kedua adalah setelah membaca surat, sebelum rukuk. Dan ini jarang dilakukan oleh para imam, padahal ini sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang kuat, sanadnya kuat, sanadnya bisa dijadikan sebagai hujjah.
Setelah membaca surat, selesai membaca surat dan akan rukuk, seorang imam atau seorang yang shalat sendirian, disunnahkan untuk berdiam sementara, kemudian setelah itu baru rukuk. Kebanyakan imam, saya melihat tidak menjalankan sunnah ini. Walaupun tidak wajib, tapi kalau dilakukan mendapatkan pahala.
Diam yang ketiga, yang tadi, antara bacaan Al-Fatihah dan surat setelahnya. Ini riwayatnya lemah, sehingga itu berarti bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memberikan kesempatan untuk membaca Al-Fatihah bagi makmumnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa membaca Al-Fatihah di belakang imam bagi seorang makmum yang imamnya mengeraskan bacaannya, tidak wajib. Bahkan seorang makmum harusnya mendengarkan bacaan imamnya.
Inilah tiga pendapat yang ada dalam masalah ini. Dari tiga pendapat ini yang paling kuat adalah pendapat yang ketiga.
Kenapa demikian?
Karena, ayat tadi mengatakan:
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا }
“Apabila Al-Qur'an dibacakan maka dengarkanlah (dengarkanlah al-Qur'an itu) dan diamlah kalian”
Ini sebagai dalil yang mengkhususkan sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam,
<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >>
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Al-Fatihah”
Ayat tersebut mengkhususkan hadits ini. Walaupun makna hadits ini umum “Tidak sah shalat siapapun yang tidak membaca Al-Fatihah”, tapi kita khususkan dengan ayat tadi.
Berarti makna hadits tersebut adalah bagi orang yang menjadi imam; dan yang kedua bagi orang yang shalat sendiri. Adapun makmum, maka dikhususkan oleh ayat tadi:
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا }
Ini bagi seorang makmum yang imamnya mengeraskan bacaan Al-Fatihah-nya; atau dikhususkan dengan hadits yang tadi:
<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
"Apabila imam membaca (bacaan apapun) maka diamlah"
Yang kedua, syariat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memberikan kesempatan kepada seorang makmum untuk membaca Al-Fatihah.
Ketika tidak ada kesempatan, bagaimana dikatakan itu wajib? Tidak ada kesempatan untuk membaca Al-Fatihah. Imam disunnahkan untuk membaca Al-Fatihah, kemudian setelah itu segera membaca surat-surat setelahnya. Rasulullah dahulu mencontohkannya demikian.
Kemudian setelah itu diam sebentar, langsung rukuk. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa seorang makmum diberikan kesempatan untuk membaca Al-Fatihah. Ini menunjukkan bahwa membaca Al-Fatihah bagi seorang makmum tidak wajib.
Kemudian yang ketiga, imam tidaklah membaca Al-Fatihah dengan keras kecuali agar makmum mendengarkannya, kecuali agar didengarkan oleh makmum dan setelah itu makmum sudah membaca: [ آمِين ].
Kita semuanya ketika menjadi makmum, kita membaca/mengaminkan Al-Fatihah-nya imam; maka seakan-akan kita sudah membaca Al-Fatihah karena [ آمِين ] maksudnya adalah: [ اللَّهُمَّ اسْتَجِبْ لِي ] (Yaa Allah, ijabahilah permintaanku) dan inti dari Al-Fatihah adalah meminta apa? Hidayah.
{ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ }
“Tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan kenikmatan (kaum mukminin), bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai (orang-orang Yahudi) ataupun orang-orang yang sesat (yaitu kaum Nasrani)”.
Sebelum {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِي } adalah muqoddimah untuk berdoa. Ada pujian, ada sanjungan untuk Allah سبحان وتعالى kemudian berdoa. Kemudian makmum mengatakan: [ آمِين ] seakan-akan makmum sudah membaca doa tersebut. Maka bacaan imam sudah cukup bagi seorang makmum, apabila demikian. Ini, dalil yang menguatkan bahwa seorang makmum ketika imamnya menjaharkan atau mengeraskan bacaannya, maka seorang makmum wajibnya adalah mendengarkan.
______
Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa.
InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
══════ ∴ |GiS| ∴ ══════
📣 Official Account Grup Islam Sunnah
📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar