Selasa, 31 Agustus 2021

Audio ke-31 : Pembahasan Sutrah Dalam Sholat Bag 05

╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                     Whatsapp              
         Grup Islam Sunnah | GiS
          *☛ Pertemuan ke-31*
╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝

🌏 https://grupislamsunnah.com/

🗓 SENIN
         21 Muharram 1443 H
         30 Agustus 2021 M

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

💽 Audio ke-31: Pembahasan Sutrah Dalam Sholat Bag 05

══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Ikhwaatii fillaahi ‘azaniyallahu wa iyyaakum. 

Pada majelis yang sebelumnya kita sudah sampai pada pembahasan tentang sutroh. Sutroh dan wajibnya memakai sutroh di dalam sholat; wajibnya menggunakan sutroh atau penghalang ketika sholat. Dan pada kesempatan yang telah lalu, kita sudah membahas tentang perbedaan pendapat para ulama tentang wajibnya sutroh ini. 

Syaikh Al-Albani رحمه اللّه menguatkan pendapat yang mewajibkan, bahwa menggunakan sutroh di dalam sholat itu wajib bagi seorang imam dan bagi seorang yang sholat secara sendirian (munfaridh). Ini wajib menurut pendapat yang dipilih oleh Syaikh Al-Albani رحمه اللّه. 

Dan kita juga sudah membahas bahwa yang lebih kuat dalam masalah ini adalah yang mengatakan bahwa memakai sutroh di dalam sholat adalah sunnah muakkadah; tidak sampai pada derajat wajib dan ini pendapat mayoritas ulama. 

Di semua mazhab, pendapat mayoritasnya adalah pendapat mayoritas yang mengatakan sutroh adalah sunnah, tidak sampai pada derajat wajib; dan sunnahnya sunnah muakkadah karena banyaknya perintah dari Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم kepada umatnya untuk mengambil sutroh. 

Kenapa perintah di sini tidak dimaknai dengan kewajiban? Padahal dalam kaidah ushul dikatakan,

  [ الْأَصْلُ فِي الْأَمْرِ يَضُلُّ عَلَى الْوُجُوبِ ]

"pada asalnya perintah itu menunjukkan hukum kewajiban"
dan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم sudah memerintahkan kita untuk menggunakan sutroh ketika kita sholat. 

Kenapa kita tidak maknai dengan perintah wajib? 

Alasannya: karena ada dalil lain yang mengubah petunjuk kewajiban tersebut. Ada dalil lain yang mengubah petunjuk wajibnya tersebut, wajib yang ditunjukkan oleh perintah mengambil sutroh. 

Dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas رضي اللّه عنهما. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori رحمه اللّه, dari sahabat Ibnu ‘Abbas, beliau mengatakan: 

أَقْبَلْتُ رَاكِباً عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الاِحْتِلَامَ. 

“Aku pernah datang dengan menaiki kendaraan atau menaiki tunggangan himar (keledai), dan pada saat itu umurku sudah mencapai umur baligh”. 

وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى بِمِنَى إِلَى غَيْرِ الْجِدَارِ. 

“Dan aku melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم sholat di Mina dan di depannya tidak ada dinding”. 

فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ. 

“Maka aku pun lewat di depan sebagian shof orang-orang yang sholat tersebut”. 

Di sini dikatakan bahwa Ibnu ‘Abbas melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم sholat di Mina tanpa ada temboknya di depannya. 
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم ketika itu ia sholat dan di depannya tidak ada apa-apa, baik tembok ataupun benda yang lainnya. 

Ustadz, di dalam hadist itu hanya disebutkan tidak ada tembok. Dari mana kita mengatakan bahwa tidak ada benda lain di depan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم? 

Kita katakan, sahabat Ibnu ‘Abbas ketika itu melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم, dan pemandangan itu tidak biasa, makanya beliau sampaikan, “Biasanya Rasulullah itu sholatnya ada sutrohnya, tapi ini aneh, ini sesuatu yang aneh. Rasulullah sholat, tapi tidak ada tembok di depannya”. 
Ini menunjukkan bahwa yang lainnya pun tidak ada, karena kalau ada akan disampaikan; karena ini pemandangan yang aneh, Rasulullah sholat tanpa ada tembok. Kalau ada sesuatu yang ada di depan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم tentunya akan disampaikan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. 

Ini kejadian yang bisa mengalihkan petunjuk wajibnya perintah untuk mengambil sutroh sehingga sutroh sebagaimana dipilih oleh mayoritas ulama hukumnya sunnah muakkadah. Dan jangan sampai kita ketika telah mengetahui hukum ini kemudian kita bermudah-mudahan dalam menggunakan sutroh. 

Maksudnya apa? 

Jangan sampai ketika kita tahu bahwa ini sunnah muakkadah kemudian kita tidak semangat untuk memakai sutroh. Sunnah muakkadah ini adalah sunnah yang hampir sampai pada derajat kewajiban. Makanya tetap semangat untuk memakai sutroh walaupun kita berpendapat bahwa itu tidak sampai pada  derajat kewajiban, karena itu juga ada pahalanya, itu juga sunnah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Dahulu para sahabat Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم mereka sangat semangat untuk menerapkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم, perintah-perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم, tanpa membedakan apakah ini wajib ataukah sunnah. 

Apapun yang diperintahkan oleh Rasulullah; mereka mampu melakukannya, mereka akan lakukan. Inilah para sahabat, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencari pahala. Kalau mereka mampu, mereka akan lakukan. Kalau mereka tidak mampu, baru dilihat apakah ini wajib ataukah ini sunnah. 

Kita juga demikian, kalau kita mampu melakukannya, lakukan, walaupun itu tidak wajib, walaupun itu hanya anjuran. Kalau kita tidak mampu dan kita sangat berat melakukannya, baru dilihat, ini sampai pada derajat wajib ataukah sunnah. 
Inilah manhaj yang benar dalam menyikapi perintah-perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Jangan menjadi orang yang mencari celah (untuk) meninggalkan perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم atau melakukan larangan Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم . 
Bagaimana cara mereka melakukannya?
Mereka selalu melihat perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم apakah ini wajib ataukah sunnah. Kalau mereka tahu bahwa ini sunnah, akan mereka tinggalkan: “Ini kan hanya sunnah, saya kan berarti boleh meninggalkan”. Kalau ada larangan, mereka mencari-cari larangan ini makruh ataukah haram. Kemudian kalau tahu itu makruh, dia lakukan; ini kan hanya makruh saja, tidak sampai pada derajat haram. 

Jangan sampai menjadi orang-orang yang seperti ini. Orang seperti ini yang sangat merugi, karena akan banyak sekali pahala yang dia tinggalkan; akan banyak sekali kesempatan mendapatkan pahala yang akhirnya hilang dari dia. 

Sunnah itu ada pahalanya tidak?
Ada. 

Meninggalkan makruh ada pahalanya tidak?
Ada. 

Pahala-pahala tersebut akan hilang dari mereka. Makanya semangatlah dalam menjalankan perintah-perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم walaupun tidak sampai pada derajat kewajiban. Dan semangatlah dalam meninggalkan larangan-larangan Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم walaupun tidak sampai pada derajat keharaman. 
Inilah semangat yang sesuai dengan keadaan sahabat Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Perintah-perintah apapun dari Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم kita berusaha untuk menjalankannya. Kalau sangat berat, baru dilihat mana yang wajib dan mana yang sunnah. 

Larangan-larangan apapun yang datang dari Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم kita berusaha meninggalkannya. Kalau sangat berat, baru kita lihat apakah larangan tersebut sampai pada derajat haram ataukah makruh, baru demikian. 

Kalau keadaannya normal, maka kita lakukan semua perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم dan kita tinggalkan semua larangan Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  

📣 Official Account Grup Islam Sunnah 

📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar